We’ve updated our Terms of Use to reflect our new entity name and address. You can review the changes here.
We’ve updated our Terms of Use. You can review the changes here.
/
1.
Baja-baja berlomba mencakar langit. Spion-spion bergesekan memercik sengit. Lelehan beton melahap buku-buku. Memuntahkan kembali apapun yang tak laku. Hingar klakson memanggilku pulang. Pulang pada angka-angka jalang dan iklan-iklan yang kelewat riang. Baik, ibu. Aku akan pulang ke rahimmu. Menggerung dengan patuh dan bisu. --- Baja-baja berlomba mencakari langitku. Roda-roda beradu menggilas bunga-bunga. Mimpi-mimpi mengemis menagih anggaran. Percuma! Percuma! Aku sibuk tenggelam! Jarum jam memuai. Matahari meleleh. Para aku berdansa menjagal lampu merah. Tanpa bualmu, angka! Atau, didikte mesin! Biar aku menyublim menjadi sinaran, neon, dan dentuman! Percuma! percuma! Pesta ini tak kenal kiamat! --- Lekas merapat! Lembar pertama dari kantungku! Tak usah risau! Aku yang jalan! Lekas merapat! Lembar pertama dari kantungku! Tak usah risau! Biar aku! Tak ada sakit atau derita. Biarkan aku basuh lukamu! Tak ada sakit atau derita. Biarkan aku basuh semua!
2.
LUSA KIAMAT 04:29
Peluklah cemasmu! Jilati lukamu! Lantangkan tawamu! Bikin tuhan gentar! Kau tak akan pernah terdampar. Simpan saja sengitmu dan telan saja getirmu. Tak ada ruang buat sinismu! Membidas! Shaf depan! Malam ini kita Menggenang, menggenang! Tenggelamkan kota! Angkat kresek! Tunda kiamat! Ambil wudhu dengan etanol! Angkat kresek! Tunda kiamat! Sulut hatimu jadi lentera! Simpan saja sengitmu dan telan saja getirmu. Tak ada ruang buat sinismu! Simpan saja sengitmu dan telan saja getirmu. Gelar sajadah buat neraka! --- Nyalakan internet, lihat kota terbakar. Pasang TOR, peram komet dengan hati berdebar. Mereka bertanya, buat apa melawan? Siapa bilang berpesta selalu butuh alasan?
3.
Gedung-gedung berputar. Sisa anggur menggenang. Tubuh-tubuh tersebar seperti remahan. Semua racun kutelan: Maut dalam kemasan. Lihat jasad lelahku seperti mati suri. Seharusnya, kamu bilang lebih awal bahwa di dasar botol tidak ada taman bunga. Pagi tiba merangsek. Botol-botol berserak. Hati terbang di layar seperti kecoak. Lihat nyalang bacotku berhias bunga, pelangi. Lantang dan sesumbarku: Kecemasan lapis gula! Kamu melihatku nanar, berkubang dalam muntah merahku.
4.
Ribuan maghrib terbenam ditelan malam. Sengat lahak pun menguar dari mimpiku. Ratusan doa terdampar, yatim piatu. Terang dilarang masuk ke tempat kita. Knalpot memaki. Kerumunan mengular. Jenazah bertumpuk. Tak ada surau. Ratusan jasad terkulai ditelan kursi. Sampah dan formulir berjejal kelewat terjal. Ribuan nyawa mengendap di kamar periksa. Bangsal disesaki aparat, biarkan kita perlaya. Ratusan doa terdampar. Tak ada surau. Tak apa. Jutaan kita gelepar. Tak ada terang. Tak apa.
5.
BURSA ARWAH 04:10
Mataku jalang neon. Dadaku lokomotif. Keningku pabrik tua. Nafasku perburuan. Mereka menudingku: Erangku hanya lakon! Trauma dan sesakku: Mereka tak peduli! Tiada ruang buat cemasku. Tiada ruang. Diam dan telan saja. Banting tulangku. Renggut mimpiku. Rampas tubuhku. Berani berapa?
6.
Aku melihat riuh rendah kota meleleh jadi iklan. Kasbon-kasbon kian julang. Tak ada jalan buat pulang. Dompetku terlalu lengang dan napasku tercekik hutang. Kapan aku bisa pulang? Malam lahap senin-jumat. Minggu lari terlalu cepat. Datang kalut, pulang larut. Tekuk tubuh demi perut. Tak ada waktu buat nekat. Hidup lingkap disandera tenggat. Kapan aku bisa pulang? Kereta terakhir menjerit memanggil. Bawa aku pergi jauh. Basuh hati dengan kopi. Jari letih tak peduli. Presentasi jam delapan. Istirahat entah kapan. Andai Mahdi cepat datang, atau Dajjal barangkali. Tolong bawa aku pulang. Meja kerja makin ramai disesaki logo Mekdi. Revisi tiba bertubi. Gugur satu, datang lagi. Telpon teman, dia bilang: “Sudah dijalani saja. Masih untung bisa kerja karena mimpi butuh uang.” Kereta terakhir menjerit memanggil. Bawa aku pergi jauh. Tiada surga di puncak menara. Bawa aku pergi jauh. Kalau mimpi butuh kurban, biar aku sulut nyawa. Lupakan uang atau Mahdi. Aku saja urun api. Tiada waktu buat nekat. Hidup lingkap disandera tenggat. Kereta terakhir menjerit memanggil. Bawa aku pergi jauh. Tiada surga di puncak menara. Bawa aku pergi jauh.
7.
Merapat! Merapat! Semua mata padaku! Bagikan anggurnya! Jangan henti padamu! Abaikan atasan! Padati jalan! Pesta ini buat kalian para lonte! Merapat! Merapat! Semua mata padaku! Bagikan anggurnya! Senin kini milikmu! Jagal majikan dan gantung bangsawan! Teriak yang jalang kalian para lonte! Tak ada sakit atau derita. Biarkan api hapus dendamku. Merapat! Merapat! Ajak semua kawanmu! Siapkan kamera! Awas, jangan kau lengah! Siramkan minyak dan nyalakan apimu! Lihatlah tubuhku berbinar jadi api! Pejamkan matamu! Genggam erat tanganku! Petakan dadaku! Rekam dengan lidahmu! Biarkan mereka terhenyak, ternganga! Lihatlah jasadku merekah jadi bara! Tak ada sakit atau derita. Biarkan api hapus dendamku. Bakar nyawaku sonder sisa! Biarkan nyalaku jadi suar! Lihat jasadku: Mekar sempurna! Tengok mataku: Terang dan nyalang! Tatap lekat wajahku: Pulangku paripurna! Bakar nyawaku sonder sisa! Biarkan nyalaku jadi suar! Merapat! Merapat! Semua mata padaku! Bagikan anggurnya! Senin kini milikmu! Jagal majikan dan gantung bangsawan! Teriak yang jalang kalian para lonte! Pejamkan matamu! Genggam erat tanganku! Petakan dadaku! Rekam dengan lidahmu! Biarkan mereka terhenyak, ternganga! Lihatlah jasadku merekah jadi bara!
8.
Barisan nisan bermekaran. Karangan bunga berliaran. Tanam jasadku dalam-dalam biar atmaku bermekaran. Tak ada cahaya di ujung terowongan. Biarkan nyawaku terangi jalanan. Buang investor dari parkiran. Bakar karangan belasungkawa. Ambil buatmu sisa hariku. Tak ada lagi masa depan. Tak ada cahaya di ujung terowongan. Biarkan nyawaku terangi jalanan. Gelap tiba, tak mengapa! Tiada terang, tak mengapa! Ada aku berkejora! Jangan takut! Bikin liar! Kita semua berkejora. Jangan takut! Bikin liar! Tak ada cahaya di ujung terowongan! Biarkan nyawaku terangi jalanan! Pasangkan pelantang di pinggir makamku! Beri dansa paling liar! Lusa kiamat! Lusa kiamat!
9.
Kita ledakan. Tak terpadamkan. Tak bisa mati. Kita abadi. Tak terjelaskan. Tak bisa mati. Kita ledakan. Tak terbantahkan. Tak bisa mati. Kita abadi. Tak sudi kalah. Tak bisa mati. Ajak tuhan minum dari gelasmu! Tak usah takut, kita abadi! Pelihara api dalam dirimu! Biar mereka lihat! Biar mereka lihat! Cahaya datang. Tak ada ujung. Apa yang kau cari dari kematian? Sekadar pelarian? Atau ketenangan? Selesai kutempuh: badai dan rerusuh. Tiada akhir, semua berulang. Aku tidak lagi takut tenggelam. Sekarang, dengan segenap perasaan.

about

KIAMAT
Songs for the wretched of the earth.
Here’s to a better future.
A luta continua 🌻

credits

released May 1, 2022

REKAH
Tomo Hartono – Guitar and vocals
Junior Johan – Drums
Fachri Bayu Wicaksono – Guitar and additional vocals
Yohan Christian – Bass

PRODUCER
Fachri Bayu Wicaksono
Tomo Hartono

Words
Tomo Hartono

MIXING AND MASTERING
Gemilang Ramadhan
Janu Rahadie

CONTRIBUTORS
WWWERKWELL Studio – Graphic design
Vira Hutami Sukowati – Cover illustration
Arespine Dymussaga Miraviori – Guest vocal and layers on #1, #3, #4, #5, #6, #8, and #9
Stephania Shakila – Guest vocal on #7, #8, and cover illustration
Rahmad Sumantri – Guest vocal on #2
Gemilang Ramadhan – Synth and sound design on everything



Drums, bass, and some of the guitars recorded by Haryo Widhi Adhikaputra at Kandang Studio and Noise Lab Studio
Vocals and some of the guitar recorded by Fachri Bayu Wicaksono and Tomo Hartono at Studioland
Soundscapes and synthesizer recorded by Gemilang Ramadhan at Strangest Studio

license

tags

about

R̴̹͉̹̼͉͚̺e͞k̲͔̥̰a̻̱h̴̼ Jakarta, Indonesia

C̷͑ͬ̇́̚͏̧H̡̧̻͉͇͈͚̪͕͕̻̺̔͗͆̇ͥ͊Aͪ̆̌̎́ͤ͊̐ͪ͗͠͏̶̶͚̩͉̟͔O̿́S CONNOISSEUR. NOISE DEALER. SELF-DESTRUCT EXPERT. PANITIA KIAMAT.

contact / help

Contact R̴̹͉̹̼͉͚̺e͞k̲͔̥̰a̻̱h̴̼

Streaming and
Download help

Report this album or account

If you like R̴̹͉̹̼͉͚̺e͞k̲͔̥̰a̻̱h̴̼, you may also like: